1.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[1]
Dari
pengertian diatas bahwa melalui pendidikan dapat dilihat, yaitu:
1. Orang
Mengalami Perubahan Sikap dan Tata laku
2. Orang
berproses menjadi dewasa, menjadi matang dalam sikap dan tata laku
3. Proses
pendewasaan ini dilakukan melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan berasal dari bahasa yunani yaitu
“Peadagogie”. Secara Etimologi kata
peadagogie adalah “pais” yang artinya “anak” dan “again” yang berarti
“bimbing”. Jadi terjemahan bebas kata peadagogie adalah “bimbingan yang
diberikan kepada anka”.
Menurut termonologi yang lebih luas maka pendidikan
menurut Sudirman adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok
orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tujuan hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam
arti mental.[2]
Dalam bahasa inggris, Pendidikan “education” berasal
dari kata educate (Mendidik) artinya memberi peningkatan dan mengembangkan.
Dalam pengertian yang sempit, McLeod menuturkan bahwa education atau pendidikan
berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.[3]
Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas
bahwa Pendidikan adalah proses perubahan sikap seseorang atau sekelompok orang dari tidak baik menjadi
baik, pendewasaan diri dan sebagai alat untuk pencapaian tujuan hidup.
2.
Lembaga
Pendidikan
Ada berbagai jenis lembaga pendidik, yaitu :
a. Pendidikan
Formal adalah pendidikan yang dimulai dari jenjang pra sekolah samapi ke
perguruan tinggi baik yang bersifat umum maupun khusus. Misalnya, sekolah agama
atau sekolah luar biasa.
b. Pendidikan
nonformal adalah pendidikan yang kita jumpai di luar sekolah. Misalnya, kursus,
les private dan sebagainya.
c. Pendidikan
Informal adalah pendidikan yang yang terjadi di rumah atau melalui media masa.[4]
3.
Fungsi
Pendidikan
Lembaga
pendidikan dikaitkan dengan berbagai fungsi. Dalam kaitan ini ada ahli
sosiologi yang membedakan antara fungsi manifes dan fungsi laten. Fungsi
manifes adalah fungsi yang tercantum dalam kurikulum, sedangkan fungsi laten
adalah kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) atau kurikulum yang tidak
disadari tapi tetap berfungsi untuk menanamkan pengetahuan, keterampilan atau
nilai tertentu.[5]
Menurut Harton dan Hunt
fungsi manifes dan fungsi laten lembaga pendidikan antara lain, yaitu :
v Fungsi Manifes
a. Mempersiapkan
anggota masyarakat untuk untuk mencari nafkah
b. Mengembangkan
bakat perseorangan demi kepuasan pribadi maupun bagi kepentingan masyarakat
c. Melestarikan
kebudayaan
d. Menanamkan
keterampilan yang perlu bagi partisipasi
dalam demokrasi dan sebagainya.
v Fungsi laten
a.
Pemupukan keremajaan
b.
Pengurangan pengendalian orang tua
c.
Penyediaan sarana untuk pembangkangan
d.
Dipertahankannya kelas sosial
B.
KEMISKINAN
1.
Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana
seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun
fisiknya dalam kelompok tersebut.
Dahulu, keadaan kaya dan miskin bukan lah
permasalahan sosial.Dengan berkembangnya perdagangan keseluruh dunia dan di
terapkanya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat,
kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan
kedudukan ekonomisnya sehingga mereka mampu untuk mengatakan dirinya kaya atau
miskin.[6]
2.
Ciri-ciri
Kemiskinan
Oscar Lewis mengemukakan bahwa kebudayaan kemiskinan
itu (culture of poverty) mempunyai ciri-ciri, antara lain :
a.
Tingkat mortalitas yang tinggi dan harapan hidup yang
rendah.
b.
Tingkat pendidikan yang rendah.
c.
Partisipasi yang rendah dalam organisasi-organisasi
sosial.
d.
Upah yang rendah dan keamanan kerja yang rendah.
e.
Tingkat keterampilan kerja yang rendah.
f.
Tidak memiliki tabungan atau kredit.
g.
Sering terjadi tindak kekerasan termasuk pemukulan
anak.
h.
Perkawinan sering terjadi karena konsensus (kesepakatan
bersama yang dicapai melalui kebulatan suara), sehingga sering terjadi
perceraian dan pembuangan anak.
i.
Penyerahan diri pada nasib atau fatalisme (ajaran atau
paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib).[7]
C.
KEMISKINAN
DAN PENDIDIKAN
1.
Dampak
Pendidikan Terhadap Kemiskinan
Kemiskinan muncul karena sumber daya manusia yang
tidak berkualitas, begitu pula sebaliknya. Kemiskinan mencakup berbagai macam
dimensi. Dimensi kemiskinan dapat diidentifikasi menurut ekonomi, sosial,
politik.
Pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang
lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran
akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti
menggapai masa depan. Hal tersebut seharusnya menjadi semangat untuk terus
melakukan upaya mencerdaskan bangsa. Semakin Tinggi tingkat pendidikan semakin
tinggi tingkat terbebas dari taraf kemiskinan.
2.
Dampak
Kemiskinan Terhadap Pendidikan
Keadilan dalam memperoleh pendidikan harus
diperjuangkan dan seharusnya pemerintah berada di garda terdepan untuk
mewujudkannya. Penduduk miskin dalam konteks pendidikan sosial mempunyai kaitan
terhadap upaya pemberdayaan, partisipasi, demokratisasi, dan kepercayaan diri,
maupun kemandirian. Pendidikan nonformal perlu mendapatkan prioritas utama
dalam mengatasi kebodohan, keterbelakangan, dan ketertinggalan sosial
ekonominya
Sebenarnya sudah cukup banyak program-program yang
dilakukan pemerintah untuk memutus mata rantai kemiskinan yang mengancam
anak-anak. Program-program itu adalah Program Keluarga Harapan (PKH),Bantuan
Langsung Tunai (BLT) dan pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pendidikan mutlak di butuhkan oleh semua warga
Indonesia baik pendidikan formal maupun non formal. Saat ini, di Indonesia
melakasanakan wajib belajar 12 tahun terhitung dari tingkat SD sampai SLTA.
[1] Damsar,
Pengantar Sosiologi Pendidikan, hlm. 8
[2]
Mardianto, Psikologi Pendidikan, hlm. 2
[3] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru, hlm. 10
[4] Kamanto
Sunarto, Pengantar Sosiologi edisi revisi, hlm. 65
[5] Ibid, hlm. 66
[6] Suryono
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 320
[7]
Suparlan, Antropologi Perkotaan,hln. 60
Tidak ada komentar:
Posting Komentar